Webinar OMBAK #3: Berbagi Strategi Efektif Cegah Wabah Penyakit Udang
Budidaya udang di Indonesia tengah menghadapi ancaman serius akibat maraknya beberapa penyakit yang menyerang udang, terutama Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP), White Feces Disease (WFD), dan Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND).
Ketiga penyakit ini telah menyebar luas dan menyebabkan kerugian yang signifikan, bahkan menurunkan produktivitas tambak udang hingga 50% atau lebih di sejumlah wilayah.
Bukan hanya berdampak serius terhadap hasil panen, penyakit ini juga berdampak langsung pada keberlanjutan ekonomi para petambak dan industri perikanan nasional secara keseluruhan.
Menghadapi kondisi ini, FisTx Indonesia sebagai salah satu perusahaan yang fokus pada solusi budidaya perikanan kembali mengadakan Webinar Ombak, yang dirancang untuk memberikan wawasan dan solusi kepada para petambak dan pihak yang bersangkutan lainnya tentang cara mencegah wabah penyakit ini secara efektif.
Webinar Ombak yang ketiga ini mengundang para ahli untuk membahas mengenai filosofi penyakit udang, metode pencegahan, serta solusi berbasis teknologi yang dapat membantu para petambak mempertahankan produktivitas di tengah ancaman penyakit.
Mengenal Wabah Penyakit EHP, WFD, dan AHPND dalam Budidaya Udang
Penyakit EHP dan Dampaknya pada Budidaya Udang
Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP) merupakan parasit mikrosporidia yang menginfeksi hepatopankreas udang dan menyebabkan pertumbuhan udang terhambat. Penyakit ini sangat merugikan, karena udang yang terinfeksi EHP cenderung tumbuh lebih lambat dan mengurangi efisiensi dalam produksi.
White Feces Disease (WFD) dan Kombinasinya dengan EHP
Selain EHP, penyakit White Feces Disease (WFD) atau dikenal dengan istilah "berak putih" juga menjadi momok di kalangan pembudidaya. Penyakit ini sering kali dikaitkan dengan infeksi bakteri vibrio.
Salah satu kekhawatiran utama dalam WFD adalah ketika penyakit ini terjadi bersamaan dengan EHP, karena dapat membuat kondisi menjadi non-recoverable. WFD menyebabkan kerusakan pada usus dan pencernaan udang yang menyebabkan feses berwarna putih.
WFD berdampak langsung pada kesehatan udang, menyebabkan kematian, dan juga dapat meningkatkan biaya produksi.
Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND)
Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) atau yang sering disebut Early Mortality Syndrome (EMS) juga menjadi penyakit yang paling berbahaya di sektor budidaya udang.
AHPND menyebabkan kematian udang secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari setelah infeksi, yang disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus yang membawa toksin mematikan bagi organ hepatopankreas.
Dampaknya pada produksi udang sangat besar, terutama bagi petambak yang menerapkan sistem intensif dengan kepadatan tinggi.
Filosofi Penyakit Udang oleh Rico Wisnu Wibisono (COO FisTx Indonesia)
Pada pemaparan materi pertama, webinar OMBAK #3, Rico Wisnu Wibisono selaku COO dari FisTx Indonesia membahas seputar penyakit udang secara mendalam, khususnya pada penyakit EHP, WFD, dan AHPND.
Beliau menjelaskan mengenai hal-hal utama untuk bisa memahami penyakit pada udang. Materi beliau mencakup pembeda dari tiga penyakit EHP, WFD, AHPND dan ciri-ciri dari udang yang positif penyakit.
Adapun materi tersebut menjelaskan bahwasanya ada dua penyebab penyakit udang ini ada, yaitu dikarenakan bakteri dan fungi, berikut penjelasan lebih detailnya:
Penyakit Bakteri
Seperti AHPND, yang berkaitan dengan gen toksin pir A dan pir B.
Penyakit Fungi
EHP sebagai contoh utama, di mana infeksi menyebabkan pertumbuhan lambat.
Kombinasi Penyakit
Kombinasi infeksi EHP dan WFD sering kali bersifat non-recoverable dan memerlukan tindakan khusus.
Selanjutnya Bpk. Rico Wibisono juga membawakan materi mengenai “Rekayasa Segitiga Budidaya”. “Rekayasa Segitiga Budidaya” ini merupakan salah satu cara untuk bisa menyelamatkan udang anda.
Ada 3 rekayasa yang perlu diterapkan untuk anda para petambak udang, diantaranya rekayasa lingkungan, rekayasa imunitas udang yang perlu diperbaiki, dan rekayasa patogen. Mari kita bongkar sedikit 3 rekayasa ini:
Rekayasa Lingkungan
Dalam hal pengelolaan lingkungan tambak, penting untuk menjaga kualitas air yang stabil dengan parameter seperti pH, oksigen terlarut, dan suhu dalam rentang yang ideal untuk mengurangi stress pada udang.
Pengelolaan kualitas air yang ketat, kontrol sanitasi, serta penerapan biosekuriti yang efektif dapat menurunkan risiko penyebaran penyakit. Selain itu, pemilihan benur yang sehat dan monitoring yang rutin sangat diperlukan dalam pengelolaan penyakit di tambak.
Rekayasa Imunitas Udang
Elemen kedua, yaitu peningkatan imunitas udang, berfokus pada menciptakan lingkungan yang stabil dan aman bagi udang. Kondisi lingkungan yang baik membantu menjaga keseimbangan imunitas udang sehingga lebih mampu melawan infeksi.
Pakan berkualitas tinggi, manajemen pakan yang tepat, serta metode polikultur dengan ikan nila menjadi bagian dari strategi untuk meningkatkan daya tahan tubuh udang. Dengan menurunkan stres melalui lingkungan yang baik dan pola pakan yang tepat, risiko infeksi dapat ditekan.
Rekayasa Patogen
Ketiga, pengendalian patogen, mencakup praktik pencegahan dan pemantauan dini terhadap patogen seperti Vibrio (penyebab AHPND) dan parasit EHP.
Langkah-langkah ini termasuk disinfeksi air dengan dosis yang tepat, pemantauan rutin menggunakan Rapid Test, dan menjaga kebersihan lingkungan tambak.
Bpk. Rico Wibisono juga menekankan pentingnya kolam karantina yang diisi dengan ikan nila untuk membantu mengurangi konsentrasi bakteri patogen di air.
Secara keseluruhan, segitiga budidaya ini bertujuan mengurangi risiko penyakit secara signifikan, meningkatkan produksi, dan menjaga keberlanjutan usaha budidaya udang.
Terakhir Bpk. Rico Wibisono juga menjelaskan konsep manajemen resiko budidaya penting untuk bisa membuat “Rekayasa Segitiga Budidaya” ini berhasil diterapkan. Ada 3 hal yang paling penting untuk diperhatikan yaitu Sumber Daya Manusia, Operasional, dan Finansial.
Pencegahan, Deteksi, Mitigasi Resiko dari Dr. Cristina Assisi (Molecular Diagnostic Lead Forte Biotech)
Upaya Pencegahan Melalui Monitoring dan Deteksi Dini
Pemateri selanjutnya yaitu Dr. Cristina Molecular Diagnostic Lead di Forte Biotech. Dr. Christina menekankan pentingnya langkah preventif, seperti monitoring, deteksi dini, dan kontrol yang tepat. Menurutnya, pemantauan dengan alat Rapid Test memungkinkan petambak untuk melakukan pengecekan secara cepat, mudah, dan akurat.
Dr. Christina juga menjelaskan bahwa parameter seperti pH, suhu, dan kadar oksigen perlu diperiksa agar lingkungan tetap optimal untuk udang, sementara pemeriksaan visual membantu mendeteksi tanda awal penyakit seperti AHPND dan EHP.
Selain itu, biosekuriti ketat diterapkan dengan menjaga kebersihan peralatan dan menempatkan benur dalam karantina untuk mencegah masuknya patogen dari luar. Strategi ini tidak hanya mengurangi risiko penularan penyakit, tetapi juga mengoptimalkan hasil produksi dan profitabilitas budidaya.
Cerita Langsung Hoy Hoy, Petambak Udang dengan Pengalaman Terjangkit penyakit EHP, WFD, AHPND
Hal yang menarik dengan webinar OMBAK #3 kali ini adalah FisTx Indonesia menghadirkan langsung petambak yang memiliki pengalaman dengan penyakit EHP, WFD, AHPND untuk berbagi pengalamannya melewati masa-masa kritis dalam menghadapi penyakit-penyakit tersebut,
Hoy Hoy merupakan COO PT. Mulia Era Nusa yang memiliki tambak luas kurang lebih 26 hekarare, dan dalam kesempatannya di webinar OMBAK #3 beliau menjelaskan beberapa hal, berikut diantaranya:
Langkah-Langkah Budidaya yang Efektif
Materi pertama menjelaskan konsep pengelolaan yang terstruktur, terdiri dari lima langkah utama:
Setting
Persiapan awal seperti pemilihan benur berkualitas, peralatan, dan perencanaan siklus budidaya.
Operation
Manajemen operasional termasuk biosekuriti dan kontrol kualitas air.
Learn
Evaluasi dari siklus sebelumnya untuk pembelajaran di siklus berikutnya.
Identification
Deteksi masalah secara cepat dan tepat, sehingga bisa diambil keputusan yang akurat.
Discipline
Disiplin dalam pelaksanaan adalah kunci keberhasilan operasional budidaya
Pentingnya Disiplin dalam Keberhasilan Budidaya
Bpk. Hoy Hoy juga menekankan bahwa disiplin adalah ujung tombak dari keberhasilan budidaya. Ketelitian dalam pelaksanaan setiap langkah budidaya, mulai dari pengawasan kualitas air hingga pemantauan kesehatan udang, sangat menentukan hasil akhir.
Para pekerja tambak perlu memiliki komitmen dalam menjaga kebersihan, disiplin dalam penggantian air, dan konsisten dalam menerapkan biosekuriti yang ketat.
Teriakhir Bpk. Hoy Hoy juga mengatakan penyebaran wabah EHP, WFD, dan AHPND pada budidaya udang di Indonesia memerlukan penanganan serius melalui pendekatan komprehensif.
Setelah ketiga pemateri selesai memaparkan materi-materi yang telah dipersiapkan, para peserta pun mendapatkan kesempatan melemparkan pertanyaan mengenai penyakit dan strategi dalam menghadapi penyakit udang. Antusias dari para peserta berhasil membuat sesi QnA menjadi sangat hidup
Secara keseluruhan Webinar OMBAK #3 ingin para petambak dapat menjaga stabilitas dan meningkatkan produktivitas tambak mereka melalui langkah-langkah dan panduan komprehensif yang disarankan oleh Rico Wisnu Wibisono, Christina, dan Hoy Hoy.
FisTx Indonesia juga berharap melalui Webinar Ombak #3 ini dapat bermanfaat untuk membantu petambak mencegah dan mengantisipasi penyakit EHP, WFD, dan AHPND di tengah ancaman wabah penyakit yang semakin meningkat. Saat ini cuplikan webinar OMBAK #3 sudah dapat di lihat pada youtube FisTx (Webinar OMBAK #3)
Jika Anda terlibat dalam industri budidaya udang dan ingin mengetahui informasi dan wawasan terkini, ikuti Instagram Media Sosial FisTx di @fistx.id, maupun website Fistx agar tidak ketinggalan jadwal Webinar OMBAK dan acara lainnya dari FisTx. Sampai jumpa di Webinar OMBAK berikutnya!